Kuching – juni 2014. KJRI Kuching sekali lagi
berhasil membela 2 WNI dari ancaman hukuman gantung, mereka adalah Slamet
Kusyono dan Sukardin Said. Slamet Kusyono adalah terdakwa tindak pidana
pembunuhan terhadap sesama WNI a.n. Ari Kurniawan pada Oktober 2011 di Bintulu.
Menurut pembelaan Slamet, kejadian pembunuhan tersebut tidak disengaja dan
tanpa niat. Almarhum adalah mandor yang selalu berlaku kasar terhadap Slamet.
Keduanya terlibat dalam adu mulut dan Slamet memukul almarhum dengan bagian
tumpul kapak yang sedang digunakan untuk memotong kayu sebagai tindakan
pembelaan diri dari ancaman. Pukulan tersebut ternyata merobohkan Ari yang
kemudian meninggal di Rumah Sakit Bintulu.
Awalnya Slamet didakwa dengan pasal 302 Kanun
Keseksaan dengan ancaman Hukuman Gantung Sampai Mati. Dalam proses persidangan
di Mahkamah Tinggi Bintulu, KJRI Kuching melalui in house lawyer Ranbir Singh Sangha meminta penurunan pasal menjadi
pasal 304(a) dengan hukuman maksimal 30 tahun
penjara. Hakim di Mahkamah Tinggi memberikan putusan hukuman penjara 12
tahun bagi Slamet, namun pihak jaksa penuntut mengajukan banding ke Mahkamah
Persekutuan dan meminta hukuman lebih tinggi. Dengan demikian, Slamet kembali
berstatus terancam hukuman mati jika jaksa dapat memberikan bukti lain yang
menguatkan posisinya.
Dalam sidang banding tanggal 16 Juni, Mahkamah
Persekutuan yang dipimpin oleh hakim Zahara Bt. Ibrahim dan 2 hakim anggota
Abdul Aziz bn. Abdurrahim serta Varghese ank. Goerge Varghese memutuskan Slamet
Kusyono mendapatkan hukuman yang lebih ringan, yaitu pengurangan 2 tahun dari
putusan sebelumnya 12 tahun penjara. Sesuai perundangan di Malaysia, terdakwa
hanya akan menjalani 2/3 masa hukuman, maka Slamet Kusyono yang sudah menjalani
3 tahun penjara hanya perlu menjalani sisa 4 tahun masa tahanan di Penjara
Lambir, Miri, Sarawak.
Adapun WNI lain yang terbebas adalah Sukardin Said
yang diduga membunuh WNI lain a.n. Edirman dan melukai 3 WNI lainnya di Ladang
Setuan di Mukah pada tahun 2010. Dalam proses persidangan, KJRI mendapat
informasi dari keluarga Sukardin bahwa ybs. pernah mengalami gangguan jiwa.
Sukardin kemudian diobservasi di RSJ Sentosa di Kuching dan dalam sidang
pembelaan pengacara mengunakan psikiater yang dapat menunjukkan adanya gejala
kegilaan pada Sukardin. Di Mahkamah Tinggi Sibu tanggal 06 Juli 2012 Hakim Yew
Jen Kie memutuskan bahwa Sukardin Said memang benar telah melakukan tindak
pembunuhan terhadap Alm. Edirman, namun berdasarkan pemeriksaan dr. Rajinder
Singh Gurcharan Singh, Sukardin dinyatakan menderita penyakit kejiwaan saat
melakukan tindak pembunuhan tersebut sehingga ybs tidak memiliki kemampuan
untuk memahami tindakan yang telah dia lakukan. Sehubungan dengan hal tersebut,
Sukardin Said dibebaskan, namun harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa Kota Sentosa,
hingga memperoleh pengampunan dari Gubernur (under the Governor’s pleasure), dalam hal ini di Sarawak adalah
Tuan Yang Terutama yang Di-Pertua Negeri Sarawak (TYT).
Atas putusan ini jaksa mengajukan banding dan tetap
pada pendirian mereka bahwa Sukardin tidaklah mengalami gangguan jiwa. Pada
sidang banding di Mahkamah Persekutuan tanggal 17 Juni 2014, jaksa menyampaikan
bahwa Sukardin adalah medically insane
but legally sane pada saat kejadian. Hal ini dibantah oleh pengacara dan
menyampaikan bahwa hasil pemeriksaan 2 psikiater memang menyimpulkan Sukardin
mengalami paranoid schizophrenia with
delusions. Hakim ketua kemudian menyampaikan bahwa mereka menolak petisi
jaksa dan mengukuhkan keputusan sidang di Mahkamah Tinggi Sibu bahwa benar
Sukardin Said telah melakukan tindak pembunuhan terhadap Alm. Edirman by the reason of unsoundness mind dan
bahwa Sukardin akan kembali melanjutkan masa perawatan di Rumah Sakit Jiwa
Sentosa, Kuching hingga ia mendapat pengampunan dari Gubernur Sarawak.