Sebagai
tindak lanjut dari hasil rapat koordinasi Perwakilan RI Kuala Lumpur, Kuching,
Kota Kinabalu dan Tawau dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia
di Jakarta tanggal 6 maret 2014 yang diantaranya mengenai erncana pendirian
Sekolah Indonesia di Miri, Sarawak, KJRI Kuching telah melakukan beberapa
penjajakan berkaitan dengan prosedur, perizinan termasuk pencarian lokasi yang
akan dijadikan sebagai tempat Sekolah Indonesia di Sarawak.
KJRI
telah mengirimkan surat resmi mengenai rencana tersebut kepada pihak yang
berwenang yaitu kepada Ketua Menteri Sarawak melalui Kantor Sekretaris negeri
Sarawak, Kementerian Pelajaran Sarawak, Kementerian Perancangan Sumber dan Alam
Sekitar dan Kementerian Sosial, Wanita dan Keluarga Sarawak untuk mohon
petunjuk mengenai prosedur perizinan dan pembelian asset.
Kementerian
Pelajaran Sarawak telah merespon permohonan tersebut dengan mengadakan
peninjauan langsung ke lokasi dimana terdapat anak-anak TKI yang telah mendapatkan
pendidikan di Community Learning Center
(CLC) di daerah Serian, Bintulu dan Miri dan tela mengadakan pertemuan yang
melibatkan beberapa instansi yang berkepentingan di Malaysia seperti Imigrasi,
Kantor Tenaga Kerja, Kementerian Pendidikan Malaysia Pusat, Kantor Perdana
Menteri di Wisma Putra dan Kantor Wakil Ketua Menteri Sarawak.
Sebagai
tindak lanjut dari permohonan KJRI Kuching tersebut Menteri Sosial, Wanita dan
Keluarga Datuk Fatimah Abdullah telah mengundang Konsul Jenderal Republik
Indonesia di Kuching pada 13 maret 2014 untuk membahas masalah pendidikan
anak-anak TKI khususnya di sector perladangan yang ada di Sarawak.
Walaupun
proses perizinan untuk pendirian CLC ini sangat rumit karena harus melibatkan
banyak instansi yang berkaitan baik tingkat pusat maupun tingkat Sarawak, namun
kementerian merasa mempunya kepentingan untuk memperhatikan kesejahteraan dan
pendidikan anak-anak TKI khususnya di sector perladangan, akan tetapi segala
keputusan harus melalui kesepakatan kedua belah pihak yaitu Indonesia dan
Malaysia khususnya negeri Sarawak.
Sebagai
tindak lanjut kementerian akan membawa permasalahan ini pada sidang cabinet yang
akan datang sebelum langkah lebih lanjut dapat dilaksanakan. Jikah al ini
disetujui di tingkat cabinet maka anak-anak TKI yang berusia 12 tahun kebawah
akan mendapat pendidikan khsusu atas kerjasama kedua Negara.
Permasalahan
yang masih mengganjal adalah kebijakan pemerintah pusat mengenai pemberian izin
untujk pendirian sekolah anak-anak TKI ini adalah karena hal ini bertentangan
dengan peraturan pemerintah berupa Ordinan Buruh 119 pasal 76 tentang panduan
pengambilan pekerja asing, yang diantaranya menyatakan bahwa tenaga kerja asing
tidak diperbolehkan membawa dependen yaitu anak dan istri dan jika didapati
mengandung harus dipulangkan ke Negara asal dengan segera.
Di satu
sisi jika pemerintah Sarawak memberikan izin untuk pendirian CLC atau Sekolah
Indonesia, bertentangan dengan hukum dasar pengambilan pekerja asing sementara di sisi lain pada
kenyataannya memang terdapat banyak anak-anak TKI yang terpaksa harus ikut
orang tuanya atau lahir dari pasangan TKI yang bekerja di Sarawak yang tidak
mendapat pendidikan dan hal ini bertentangan dengan hak asasi manusia.
Sementara
itu menanggapi permohonan KJRI Kuching untuk membeli lahan untuk dijadikan
bangunan Sekolah Indonesia di Miri atau Bintulu, Sarawak, Sekretaris Tetap
Kementerian Perencanaan Sumber dan Alam Sekitar, Datuk Sudarsono Osman juga
telah mengundang Konsul Jenderal RI pada tanggal 14 Maret 2014 yang mana dalam
pertemuan tersebut disampaikan bahwa untuk pembelian lahan untuk dijadikan
sebagai sekolah Indonesia pada prinsipnya dapat dilaksanakan sepanjang memiliki
izin khusus dari pemerintah Sarawak yang saat ini masih dalam pembicaraan. Adapun
proses perizinan pembelian lahan sekolah cukup diajukan ke kementerian tersebut
yang mana menterinya dijabat sendiri oleh Ketua Menteri Sarawak Tan Sri Adenan
Satem.